Rabu, 21 September 2011

Danau hitam

Saat emosiku sedang tak stabil aku selalu berada di tempat itu entah untuk menghilangkan perasaan yang tak perlu atau membuatnya menjadi menarik untuk dinikmati. Tempat itu serasa penuh atmosfer nikotin yang membuatku ingin terus kesana dan tinggal dalam waktu lama. tak ada pepohonan, yang ada hanya pemandangan gunung dan rumput-rumput kering yang terlihat gersang di siang hari namun tak terbayang keindahannya di malam hari.

Sebelum melakukan aktifitas yang sepertinya selalu berulang dan hanya berganti tempat, aku selalu tergoda untuk selalu pergi mengunjungi danau yang mengalahkan rasa ketagihan akan narkoba dan menggodaku untuk meninggalkan aktifitasku sejenak. Hari berganti hari, aku selalu berada di area danau itu dengan bermodalkan gitar pembarian orang tuaku,  dan sebungkus rokok yang menemaniku menikmati danau yang belum bisa ku dapatkan dimana letak magnet penarik jiwa yang kesepian dari pemandangan gersang yang tak disukai sebagian orang.

Makin lama aku merasa telah meninggalkan pekerjaanku yang seharusnya. Tanpa kusadari semua tanggung jawabku kutinggalkan  untuk  membuang  waktuku bersama genangan air luas yang tenang dan menyimpan banyak kejanggalan yang mengusik kalbu. Selalu ku coba untuk membagi waktu namun daya tarik danau itu lebih kuat dari doktrin Mario teguh sekalipun. Bagaimana kalau aku terus berada disini? Apakah masih bisa aku perbaiki hal yang telahg kutinggalkandan akan ku bereskan dilain hari? Pertanyaan itu tinggalah pertanyaan yang menghilang dari pikiran secara tiba-tiba saat danau hitam itu menarikku kembali kesana seakan disana adalah pusat grafitasi bumi yang kan menarik apa saja yang tak terbaca arahnya di dunia ini.

Stelah beberapa bulan kemudian, aku sadar bahwa gravitasi bumi sekalipun bisa dikalahkan oleh sentakan peluru dan roket. Mengapa aku tak bisa? Saat itu kepalaku langsung terasa penuh dengan hal-hal mengerikan yang akan kulakukan untuk lolos dari medan magnet danau kelabu itu. namun godaannya terlalu kuat hingga aku sulit melepas ikatan  besi nafsu yang yang selalu membuatku terseret kembali kesana. Pertolongan dari kerabatpun aku abaikan karena kepercayaan terhadap diriku sendiri untuk melawannya. Mereka selalu memberiku senjata perobek hati yang bisa membantuku melepaskan besi itu dengan mudah namun aku bersikeras akan membukanya dengan tanganku sendiri.

Mula-mula mulai ku tanam pagar dari pohon bonsai yang tumbuh liar disekitar danau secara berjejer membentuk pagar yang bisa menghalangi pandanganku pada grafik ilahi yang sangat menakjubkan itu. ternyata perlu lebih dari sekedar pohon lebat untuk menutupinya. Mata batin yang selalu terasa kosong ini selalu mengarahkan otakku untuk menggapai kembali kenikamatan rasa yang pernah ditawarkan oleh danau itu. aku berusaha melawan dengan bantuan pohon bonsai yang masih kecil itu. tapi sekali lagi aku tak bisa menahan inderaku sepenuhnya dan saat itu juga kuputuskan akan membiarkan hidupku terisi dengan hitam kelabu danau dunia yang dicari namun tak disukai oleh semua orang. Aku tak tau apakah selamanya aku hanya bisa melihat permukaan yang tenang dan penuh teror itu atau aku akan menyelami isi danau yang mungkin saja berisi monster-monster ganas dari jaman purba yang siap melahap apa saja yang tak berpendirian kuat.

Mungkin aku hanya bisa menikmatinya secara normal saja, tanpa rasa ketagihan yang berlebih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar