Rabu, 21 September 2011

Kado dari ayah

Suatu hari aku sedang berjalan menuju rumahku untuk tidur siang. Setibanya dirumah, Ayah menghampiriku sambil membawa sebuah kado dengan bungkus kado warna ungu dengan gambar-gambar yang sedikit anarkis. Ayah duduk disampingku lalu menyerahkan kado itu padaku “ini untukmu. Saat kau telah membukanya, jagalah dengan baik”. Aku sedikit bingung, apakah hari ini aku berulang tahun. “mengapa kau memberikanku kado ini? Ulang tahunku masih 1 bulan lagi” tanyaku penasaran. “apakah butuh alasan untuk memberikanmu hadiah?” Tanya Ayah padaku dan aku hanya terdiam dalam kebingungan. “baiklah aku berjanji untuk menjaganya, dan aku bersumpah akan merawatnya dengan baik saat kubuka nanti” aku menjawab dengan keyakinan penuh. Setelah itu ayah bangun dari duduknya dan pergi istirahat di kamar atas.

Sesampainya dikamar, aku masih penasaran dengan maksud ayah memberikan kado ini. Dari pada memikirkannya sebaiknya aku buka saja kado ini. Kupikir kado ini keren juga dengan gambar anarkis seperti ini. Sangat manis dengan warna ungunya tapi tetap dihiasi dengan ornament yang keren ini. Pertama kusobek kertas pembungkusnya perlahan dan rapih karena bungkusnya bagus untuk sampul buku. Setelah terbuka seluruhnya, didalamnya masih terbungkus kertas dengan warna emas. Wow dia pasti benar-benar ingin membuatku penasaran. Kubuka lagi bungkus emas itu perlahan untuk kusimpan sapa tau bisa digunakan nanti. Didalamnya terbungkus lagi, namun kali ini bukan kertas tapi sebuah brankas kecil dengan pengunci yang menggunakan nomor sandi. Apa apaan ini! Kucoba untuk memutar nomor sandinya sembarangan, kekiri 4 kali, lalu kekanan 2 kali, namun tetap tidak bisa terbuka.

Karena kotak itu makin lama makin menjengkelkan, aku mencari ayah di ruang tamu, biasanya dia sedang minum teh disitu saat sore begini. Saat ketemu aku langsung menyodorkan kotak itu “ aku tidak bisa membukanya. Mengapa kau berikan gembok dengan sandi seperti itu?” Tanya ku kesal. Lalu ayah menjawabnya dengan tenang “berusahalah untuk membukanya, jika kau berhasil maka dia akan menemanimu kedepannya”. “kenapa kau tidak memberikan nomor sandinya padaku? Kau pasti tahu karena kau yang menyiapkannya.” Namun Ayah hanya diam sambil menutup wajahnya dengan lembaran Koran langganannya. Akupun kembali ke kamar dengan lesu.

Esok paginya, aku mencoba kembali memutar kata sandi itu. berkali-kali kucoba namun tetap saja tidak terbuka. Aku terus melakukan itu selama beberapa hari tanpa memikirkan makan, istirahat, dan obat yang kubutuhkan karena penyakitku yang ada sejak kecil. Saat mulai lelah, aku kembali mencari ayah dan memohon agar dia memberikan nomor sandinya padaku tapi ia hanya diam dan hanya berkata “coba lagi”. Setelah itu aku kembali lagi kekamar dan melanjutkan pencarian nomor sandi yang mengunci kotak itu. kucoba berbagai cara dari film yang kutonton seperti memutar nomor sandinya sambil menempelkan telingaku pada kunci itu dan menunggu bunyi klik! Yang menandakan kunci itu telah terbuka. Namun gagal lagi.

Keesokan harinya aku mengambil kotak itu dan mencobanya lagi. Tapi kali ini pemutar kuncinya tak bisa digerakan. Entah karena sudah terlihat tua atau rusak karena trus kuputar tanpa hasil sejak beberapa hari lalu. Aku kembali mencari Ayah dan langsung bertanya “apakah kado ini benar untukku? Sepertinya kau tak berniat memberikan ini padaku.”. sambil meneguk teh sorenya ia berkata “jika kau yakin seperti itu, mengapa kau tidak memberikannya pada orang lain untuk membukanya? Bagaimana?” kembali meneguk tehnya. “tidak!” kataku yakin “akan ku bongkar sandimu yang membuatku gila beberapa hari ini. Dan jika memang hadiah ini memang bukan untukku, mengapa kau berikan ini padaku? Kenapa kau menyiksaku dengan godaan hadiah didalamnya?” namun sekali lagi dia menutup wajahnya dengan Koran sialan itu.

Sampai sekarang kotak kado itu hanya bisa ku baringkan disamping bantal dengan berharap akan bermimpi tentang isi kotak itu dan dapat membukanya esok pagi. Kalaupun ayah memang berencana memberikan kotak itu pada orang lain, ambillah dan jaga ia baik-baik. Setidaknya aku sempat menikmati tantangannya walau tak bisa membukanya sampai saat ini.

Jika ini sebuah lembaran, jangan kau gunakan sebagai pembungkus kacang atau untuk membersihkan sesuatu karena tiap lembarnya kubuat dari kulit hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar